:: ARCHINEWSLITIC ::
|ENGLISH VERSION|
From the architect. Ananta Legian
is situated behind Legian Beach, and due to the lack of sufficient area, it was
built on a long, narrow site surrounded with local settlements and hostelry
buildings. This situation makes the hotel virtually hidden by the other
buildings, making it invisible from the beach. Consequently, the seascape is
difficult to be enjoyed from the hotel area and, although the hotel is located
within walking distance from the beach, access is not easy. But the difficulty in accessing the hotel
area is offset with an opulent lobby building that welcomes visitors in the
drop-off area before their vehicles head to the basement parking area.
|VERSI INDONESIA|
|VERSI INDONESIA|
Desain dari arsitek. Ananta Legian sebuah tempat yang terletak
di belakang Pantai Legian, dan karena kurangnya cuku[ daerah ini hanya dapat dibangun dalam situs yang panjang, sempit yang dikelilingi dengan pemukiman lokal dan bangunan
penginapan. Situasi ini menjadikan hotel hampir tersembunyi oleh bangunan lain,
sehingga tak terlihat dari pantai. Akibatnya, akses tidak mudah nilai "seascape" sulit untuk dinikmati
dari lokasi dan, hotel ini terletak jauh jaraknya jika berjalan kaki dari
pantai. Namun untuk mengantisipasi kesulitan dalam mengakses lokasi ini diimbangi
dengan rancangam bangunan mewah yakni lobi yang menyambut pengunjung di daerah drop-off sebelum kendaraan ke area parkir basement.
|ENGLISH VERSION|
The lobby is a pyramid-like
building with blunt top inspired by the form and characteristic of Balinese
glass handicraft, and the floral Balinese traditional ornament. In order to
create a sense of sacredness and a philosophical meaning, the ornament was
transformed into its traditional element accentuated by Patra Sari—a painting
made by I Wayan Lungguh, a local artist—and other local paintings on the lobby
building. These paintings, far from being merely accents in an interior, have
powerful meanings on divinity, life, and eternity. These paintings were
converted into a handmade carving with Glass Fiber Reinforced Concrete (GRC)
material and were applied throughout the lobby as secondary skin which help to
reduce the heat from the sun. The lobby building was constructed with steel
frame structure to pin two layers, the glass inside and the carving outside.
These layers are separated by a 50-centimeter wide space between the glass and
the carving for maintenance needs. This layering system creates an aesthetic
three-dimensional effect to the GRC carving, and a shady and mild ambience to
inside of the building. To prevent
overheating on the inside of the building, it was designed with an open gate
and the glass layer served as natural ventilation. At night the lobby is
flooded with light, transforming it into a beautiful carved lantern. The
attractive lobby is also intended to complement the simple form of hotel
building behind it. As a focal point and façade of the building façade, the
lobby is not only beautiful, but also poignant.
|VERSI INDONESIA|
|VERSI INDONESIA|
Lobi adalah sebuah bangunan
seperti Piramida dengan tumpul atas yang terinspirasi oleh bentuk dan karakteristik dari kerajinan Bali berlapis kaca, dan bunga hiasan tradisional Bali. Dalam rangka
menciptakan rasa kesucian dan makna filosofis, elemen tradisional berubah menjadi ornamen yang ditekankan oleh Patra Sari. sebuah lukisan yang dibuat oleh I Wayan Lungguh,
seorang artis lokal dan lukisan lokal lainnya berada di lobi gedung. Lukisan-lukisan
ini, bukan hanya menjadi aksen yang jauh pada interior, namun memiliki arti yang kuat pada
keilahian, kehidupan dan keabadian. Lukisan-lukisan ini yang dikonversi menjadi
ukiran buatan tangan dengan bahan kaca serat beton (GRC) dan telah diterapkan
di seluruh lobi sebagai sekunder kulit yang membantu untuk mengurangi panas
dari matahari. Gedung lobi dibangun dengan struktur rangka baja untuk pin dua
lapisan, kaca di dalam dan ukiran di luar. Lapisan ini dipisahkan oleh spasi
lebar 50 cm antara kaca dan ukiran untuk digunakan sebagai kebutuhan pemeliharaan nantinya. Sistem
lapisan ini menciptakan efek tiga dimensi estetika GRC ukiran dan suasana yang
teduh dan ringan ke dalam bangunan. Untuk mencegah pemanasan berlebih di dalam
bangunan, dirancang dengan gerbang yang terbuka dan lapisan kaca berfungsi juga sebagai ventilasi alami. Pada malam hari lobi dibanjiri cahaya lampu sehingga mengubahnya
menjadi sebuah lentera ukiran yang indah. Lobi yang menarik juga dimaksudkan
untuk melengkapi sebagai formulir sederhana bangunan hotel dan sebagai titik
fokus dan fasad fasad bangunan, lobi tidak hanya indah, tetapi juga menyentuh.
|ENGLISH VERSION|
The hotel building was arranged
in a simple U-shaped building with a nook on the left side in order to create a
more dynamic sense of space. The lack of view was resolved by creating a view
for guest coming and for guest who already in the hotel. An open space located in the middle of the
hotel area acts as a latar –the open space in Balinese traditional house. In
this area, the open space functions as public facilities equipped with a
swimming pool, a restaurant, a coffee shop, and a meeting room.
|VERSI INDONESIA|
|VERSI INDONESIA|
Bangunan hotel diatur dalam
bangunan berbentuk U yang sederhana dengan sudut pada sisi kiri untuk
menciptakan rasa ruang yang lebih dinamis. Kurangnya pemandangan itu
diselesaikan dengan menciptakan pandangan untuk tamu yang datang dan tamu yang
sudah di hotel. Sebuah ruang terbuka yang terletak di tengah kawasan hotel
bertindak sebagai latar ruang terbuka di rumah tradisional Bali. Di daerah
ini, ruang terbuka juga berfungsi sebagai fasilitas umum yang dilengkapi dengan
sebuah kolam renang, sebuah restoran, kedai kopi, dan ruang pertemuan.
|ENGLISH VERSION|
The swimming pool is located
precisely in the axis of the lobby, making visitors feel welcomed with the
water that reflects the ambience of its surrounding. The swimming pool and the
lobby pavilion was designed in such a way that create impressive view. A grand stairs is also located in
the same axis to connect the lobby and the public facilities on the
semi-basement floor. This stairs is designed to bring visitors to experience a
‘ceremonial’ atmosphere that usually reserved for pedanda—the high priest in
Bali.
Water element, such as a pond
with four frangipani trees and artificial waterfall, is also prominent in the
entire open space. These elements create a stronger experience of continuous
space in this narrow site. In order to soften the massive wall that surrounds
the open space, metal frameworks covered with vines are applied to create green
walls. As a result, this open space creates a relieving and warm ambience for
guests, become a view for the guest to enjoy.
|VERSI INDONESIA|
Kolam Renang terletak tepat di
sumbu dari lobi, membuat pengunjung merasa disambut dengan air yang
mencerminkan suasana sekitarnya. Kolam Renang dan lobi pavilion ini dirancang
sedemikian rupa yang menciptakan pemandangan mengesankan. Sebuah tangga grand juga terletak
di sumbu sama untuk menghubungkan lobi dan fasilitas umum di lantai basement
semi. Tangga ini dirancang untuk membawa pengunjung untuk mengalami suasana
'upacara' yang biasanya disediakan untuk pedanda — imam besar di Bali.
Air elemen, seperti sebuah kolam
dengan empat pohon-pohon Kamboja dan air terjun buatan, juga menonjol di
seluruh ruang terbuka. Elemen-elemen ini membuat pengalaman yang kuat
terus-menerus ruang dalam situs ini sempit. Untuk melembutkan tembok besar yang
mengelilingi ruang terbuka, kerangka kerja logam yang ditutupi dengan tanaman
merambat yang diterapkan untuk membuat dinding hijau. Akibatnya, ruang terbuka
ini menciptakan suasana yang hangat dan menghilangkan untuk tamu, menjadi
pandangan untuk tamu untuk menikmati.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA MOHON KRITIK DAN SARAN
THANK YOU'VE READ PLEASE FEEDBACK AND SUGGESTIONS
ini cuman copas dari archdaily dan di terjemahkan pake google translate. niat dikit kalau bikin blog dan jangan cuman asal copas doang dong.
ReplyDelete